Gadut, AMC – Ditengah laju teknologi yang makin pesat, seorang guru di Bukittinggi bermimpi membangun kampung literasi di kampung halaman.
Kerap mendapat respon yang mematahkan semangat, tak menjadi penghambat bagi warga Arokandikia, Nagari Gadut, Kecamatan Tilatang Kamang ini untuk mewujudkan masyarakat yang literat. Bagaimana kisah perjuangannya?
Berbakal kegemaran membaca sejak kecil, membuat Sry Eka Handayani, M.Pd (37) menaruh kepedulian terhadap dunia literasi.
Sejak belia, Sry begitu ia akrab disapa sudah menjadi pengoleksi buku,hampir setiap bazar buku sudah disambanginya.
“Sejak kecil, saya sangat senang membaca buku, suka ikut lomba-lomba puisi, bahkan sejak SMP hingga kuliah sering menyambangi bazar buku, tujuannya memang untuk mengoleksi buku,” ujar Sry melalui gagang teleponnya, Senin (17/5).
Kegemaran membaca juga ternyata turun kepada buah hatinya. Hingga suatu saat sang anak meminta untuk dibuatkan rumah baca yang dilengkapi dengan beragam bahan bacaan.
Adatnya seorang ibu, Sry mengabulkan permintaan sang anak. Alhasil, pada 4 Desember 2017 dirinya mendirikan Rumah Baca Anak Nagari (RBAN).
“Pendirian RBAN awalnya atas permintaan anak saya yang juga hobi membaca, namun melihat kondisi di lingkungan sekitar, banyak anak-anak yang sibuk dengan gawai, jadi saya membuka rumah baca untuk umum dan digratiskan,” kenang Penggiat Literasi Provinsi Sumatera Barat.
Kegelisahan Sry terhadap dampak negatif gawai dan minat baca masyarakat yang terbilang minim, makin memupuk kepeduliannya untuk kemajuan literasi, tak jarang dirinya menerima respon yang tidak sedap.
“Saya pernah dikatakan untuk apa buat rumah baca, namun inilah bentuk pengabdian saya, tidak satu dua orang menyarankan saya memperbaiki kompetensi guru saja, karena saya kan guru,” ucapnya.
Penerima Anugerah Perempuan Inspiratif Kabupaten Agam tahun 2019 ini menyebut misinya membangun rumah baca berangkat dari pemikiran bagaimana orang di lingkungannya lebih literat, setidaknya lebih melek terhadap 6 literasi dasar.
“RBAN yang saya dirikan, memiliki visi misi menumbuhkan minat baca, mencerdaskan bangsa,” sebut alumnus Pascasarjana Universitas Negeri Padang itu.
Sry bercerita, awal mula mendirikan RBAN perjuangan cukup berat, lebih-lebih dalam mengoleksi buku. Diakuinya, tak sedikit kocek pribadi yang mesti dikeluarkan untuk rumah baca yang bertujuan mendidik anak-anak untuk lebih kreatif dan menciptakan masyarakat berbasis inklusi sosial.
Hingga kini, RBAN yang dirintisnya itu masih terus eksis. Bahkan, di masa pandemi Covid-19 ini, RBAN menyediakan internet gratis dalam menyokong proses pembelajaran secara daring.
Dikatakan Sry, saat ini banyak rumah baca yang berdiri namun tidak bertahan lama.
Menurutnya, membangun rumah baca harus dengan niat yang kuat. “Niat ataupun tujuan harusnya bukan karena ada dana pokir, atau ada dana dari pemerintah, kami sampai sekarang masih mandiri, buku didapat dari kolega dan teman, dan Alhamdulillah masih tetap eksis,” terangnya.
Sry menambahkan, saat ini masih banyak anak-anak tidak memiliki kesempatan untuk memiliki dan membaca buku yang memadai. Tidak semua anak-anak mempunyai buku lantaran kondisi dan kesibukan orang tua.
“Profit tidak ada dalam kegiatan saya ini, malah saya mengaji relawan di perpustakaan, motivasi saya betul-betul ingin masyarakat dekat dengan buku atau tidak fokus ke gawai saja, di rumah baca ini saya juga bisa berdiskusi dan bercengkrama dengan anak-anak,” ucapnya.
Momentun Hari Buku Nasional yang diperingati 17 Mei ini, Sry berharap literasi makin membudaya di tengah masyarakat. Dirinya berharap akan lahir kampung literasi di masyarakat.
Ia juga berharap akan ada strategi-strategi yang dilahirkan dalam memajukan dunia literasi di Kabupaten Agam. Dirinya mengajak untuk bersama-sama bergerak menciptakan masyarakat yang literat.
“Entah itu di mana, saya berharap akan ada kampung literasi, entah itu di nagari, di kecamatan, atau dimana pun. Sebab saya juga sudah berdiskusi dengan bapak bupati, beliau juga berharap akan banyak lahir pojok- pojok baca hingga ke tingkat jorong,” ujarnya. (Depit)