Salut, Emi Sarjanakan 4 Orang Anak Dengan Berjualan Rakik Maco

  • Bagikan

Laporan Depitriadi, AMCNews – Tiku

Kerja keras Revolesmi (61) patut menjadi teladan. Perempuan yang sehari-hari berjualan rakik maco (peyek) di kawasan objek wisata Pantai Pasia Tiku ini mampu menghantarkan anak-anaknya hingga menamatkan perguruan tinggi.

Emi begitu ia akrab disapa, mempunyai sepuluh orang anak. Empat di antaranya telah meraih titel sarjana, dan kini telah memiliki pekerjaan masing-masing.

“Anak yang paling tua jadi guru SD, kemudian ada yang bekerja di rumah sakit, ada juga yang bekerja di pelabuhan,” ujarnya kepada AMC beberapa waktu lalu.

Diceritakan Emi, dirinya telah cukup lama berjualan rakik maco. Seingatnya ia mulai berjualan ketika menjadi singel parent sepeninggal suaminya yang lebih dahulu dijemput sang pencipta.

“Sebelum berjualan di sini, ibuk merantau ke Aceh, berjualan ini juga, namun ibuk kembali ke kampung, dan memutuskan menjual rakik maco ini sebagai mata pencaharian,” kenangnya.

Dirinya mengakui untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan sekolah anaknya hanya melalui hasil penjualan rakik maco. Bahkan, anak-anaknya sepulang sekolah juga turut membantunya menjajakan dagangan berbahan dasar tepung beras tersebut.

“Bahkan anak saya yang sarjana itu, dulunya berkeliling menjual rakik maco,” tuturnya.

Dikatakan, dagangannya banyak terjual pada saat masa liburan dan akhir pekan. Pada hari-hari tersebut dirinya bisa menjual hingga 600 rakik maco per hari.

Sedangkan, di hari-hari biasa penjualannya hanya sekitar 300 rakik maco per hari.

“Dulu harganya cuma Rp500, sekarang satu rakik maco dijual Rp1000,” katanya.

Diakui dagangannya memang paling banyak dibeli wisatawan. Bahkan sekali beli, katanya bisa sampai puluhan rakik maco.

Rakik maco yang dibuat Emi merupakan hasil karya ia sendiri. Sekali membuat, biasanya menghabiskan 12 liter beras yang dijadikan tepung.

Selain menggunakan ikan kering, Emi juga memanfaatkan udang rebon, udang dan bada (ikan kecil) basah sebagai toping rakik yang dibuatnya.

“Kalau bada basah langka, maka pakai maco, namun yang paling banyak diminati yang berbahan udang saiah (udang rebon,red),” sebutnya.

Saat ini, Emi mengaku hanya berjualan di warung dengan memajang dagangan di etalase sembari menggoreng rakik. Dikatakan, di lokasi tersebut hanya ia dan beberapa saudaranya yang berjualan dagangan tersebut.

Dengan usaha yang dilakoninya, ia selalu bersyukur dan bangga dengan usaha yang ditekuninya itu.

“Alhamdulillah dengan jualan begini walau hanya sekedar mencukupi kebutuhan sehari-hari yang terpenting anak-anak bisa sekolah dan jadi sarjana,” ulasnya. (Depit)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *