Lubuk Basung, AMC.- Saat banyak petani beralih menanam jagung, petani di Kampuang Tanjuang Jorong II Nagari Garagahan, Kecamatan Lubuk Basung, Kabupaten Agam ini justru kukuh membudidayakan tanaman terong. Bahkan, budidaya terong sudah digelutinya sejak 20 tahun silam.
Alhasil, budidaya terong membuat asap dapur tetap mengepul dan menjadi tabungan pendidikan disaat mendesak.
Rabu (22/7) pagi tampak seorang pria tengah mencabut rumput liar yang tumbuh di sela tanam terong telunjuk. Diperkirakan tanaman terong tersebut baru berusia 80 hari, tiap batang terong terus berbuah.
Sementara di sisi Timur lahan tersebut, tampak lahan kosong yang siap untuk ditanami terong yang baru, lengkap dengan lahan penyemaian bibit.
Pria itu adalah Anang St. Kuning (72) seorang petani terong yang berasal dari Cimpago, Pariaman. Saat ini Anang menetap dan menjadi orang sumando di Nagari Garagahan. Istrinya merupakan warga Kampuang Tanjung Jorong II Nagari Garagahan.
Diutarakan Anang, dirinya memilih menanam tanaman muda, seperti terong lantaran kondisi lahan yang tidak begitu luas. Kemudian, tradisi petani sawah di wilayah setempat, yang mengkombinasikan tanaman padi dengan tanaman muda seperti terong, mentimun, dan cabai.
“Lahan kecil, kalau ditanami jagung tidak mungkin, akan besar pokok daripada laba. Lagian jagung harus tunggu empat bulan. Kalau tanaman terong atau mentimun dapat kita petik hasilnya tiap minggu,” ujar Anang.
Dikatakan Anang, saat ini ia tengah memperluas lahan terong miliknya, setidaknya 300 bibit terong akan ditanamnya di lahan baru tersebut.
“Kurang lebih 300 batang yang baru, untuk yang sudah berbuah ini jumlahnya juga 320 batang,” katanya.
Untuk bibit, Anang mengaku menggunakan tampang terong kemasan yang disemai sendiri.
“Untuk periode yang ini pakai tampang yang dalam kemasan. Untuk lahan yang ini, bibitnya disemai sendiri, itu tempat penyemaiannya,” tutur Anang.
Ihwal perawatan, Anang menyebut membudidayakan tanaman terong butuh kerja cukup keras, lebih-lebih di musim kemarau. Dikatakan, jika hujan tak turun, dirinya harus menyirami tiap batang terong saat pagi dan petang.
“Kepalang mujur, bandar irigasi dekat. Sumber air tidak begitu sulit,” imbuhnya.
Sungguhpun begitu, dari pengalamannya menanam terong selama ini, ia menemukan bahwa tanaman terong justru tidak bisa jika terlalu banyak terkena air. Artinya, tanaman terong tidak cocok ditanami di lahan yang terlalu banyak mengandung air.
Sementara itu, untuk pemupukannya pun juga perlu diperhatikan. Setelah bibit ditanam ke lahan, dan usianya paling lama 30 hari, pemupukan sudah harus dilakukan.
“Jika perawatannya dijaga dengan baik, usia terong dua bulan sudah bisa dilakukan pemanenan, dan umurnya bisa lebih dari setahun,” terangnya.
Untuk pupuk yang diperlukan, sambungnya lagi, pada masa awal adalah pemupukan lubang tanam menggunakan pupuk kandang. Kemudian usia sebulan dilakukan pemupukan batang.
“Setelah mamasuki masa hampir berbuah, dibutuhkan pemberian pupuk buah. Kemudian pupuk cocor tetap diberikan setiap 10 hari sekali,” ujar bapak tiga anak itu.
Untuk menghasilkan tanaman terong yang tak henti berbuah, Anang punya trik tersendiri. Dijelaskan, setelah panen buah pertama, lakukan pembuangan daun tua, hingga menyisakan pucuknya saja.
“Jika ada daun yang mati, segera pangkas, karena itu bisa jadi sumber panyakit dan pembusukan batang dan buah,” jelasnya.
Disebutkan, terong yang tengah berbuah miliknya itu ditanam empat bulan lalu. Hingga saat ini, dirinya telah memanen buah terong tersebut untuk ke dua puluh kali.
Sementara untuk waktu pemanenan, Anang mengaku bisa memanen tiga kali dalam seminggu. Satu kali panen bisa menghasilkan 50-60 Kg terong.
“Panen hari ini, besok tidak, besoknya panen, di beri jarak dua hari. Misal hari ini, tiga pematang yang ini, lusanya tiga pematang yang lain,” ujarnya menjelaskan.
Dikatakan hasil panen terong telunjuk milik Anang dipasarkan di sejumlah pasar tradisional di Lubuk Basung. Selain itu, juga ada sejumlah pedagang yang datang langsung ke lahan.
“Sekarang harganya naik, kalau saya menjual ke pedagang, itu harganya Rp. 5 ribu per kilo, pedagang menjualnya tentu di atas harga tersebut, bervariasi, beberapa waktu lalu sempat Rp. 3 ribu per kilo,” tukuknya.
Diakui Anang, selain soal sirkulasi pendapatan yang rutin, sembari menanti tanaman lain menghasilkan, menurut mengolah lahan sempit dengan tanaman muda adalah pilihan yang tepat.
Dikatakan, dari tanaman terong dirinya bisa memenuhi biaya harian dan menabung untuk biaya pendidikan anak.
“Jika tanaman lain, seperti padi dan jagung itukan periode panennya dalam hitungan bulan,” ujarnya.
Budidaya tanaman terong yang digeluti Anang sejak puluhan tahun silam terbukti berbuah manis. Dikatakan, dari bertani terong dan mentimun dirinya bisa menyekolahan anak-anaknya hingga perguraan tinggi.
“Kalau dibilang dari hasil terong ini saja tidak begitu juga. Namun, hasil jual terong ini cukup untuk memenuhi kebutuhan dan disimpan untuk biaya pendidikan saat mendesak. Anak saya yang terakhir tamatan sarjana,” ungkap Anang.(Depit)