Lubuk Basung, AMC – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia menetapkan sebanyak 10 desa sebagai calon desa antikorupsi. Ke-10 calon desa antikorupsi tersebar di berbagai daerah Indonesia, salah satunya Nagari Kamang Hilia, Kecamatan Kamang Magek, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat.
Informasi dihimpun, ke-10 calon desa antikorupsi binaan KPK RI itu bakal dijadikan percontohan bagi daerah lainnya. Secara bertahap, desa-desa yang ditetapkan akan bertranformasi menjadi desa yang mengedapankan nilai-nilai antikorupsi baik di tata pemerintahan maupun bermasyarakat.
Inspektur Kabupaten Agam, Welfizar menjelaskan, proses penetapan desa antikorupsi oleh KPK RI, berawal dari konfirmasi KPK atas pengusulan nagari Pasia laweh oleh pemerintah provinsi Sumatera Barat. Dari pemetaan bersama DPMN ditambahkan usulan nagari kamang hilia sebagai calon desa antikorupsi.
Pengusulan kedua nagari tersebut sebagai calon desa antikorupsi karena penilaian tata pemerintahan dan keuangan serta partisipasi masyarakat tergolong baik.
“Berdasarkan hasil observasi dan assessment KPK RI pada 20 dan 21 April lalu, maka yang berlanjut menjadi desa binaan KPK adalah Nagari Kamang Hilia,” ujarnya, Rabu (8/6).
Sementara itu, Kepala DPMN Kabupaten Agam melalui Kepala Bidang Keuangan dan Kekayaan Nagari, Bustanul Arifin menerangkan program desa antirasuah ini bertujuan menyebarluaskan tentang pentingnya membangun integritas dan nilai-nilai antikorupsi kepada pemerintan dan masyarakat desa. Kemudian, memperbaiki tata kelola pemerintahan desa yang berintegritas sesuai indikator desa antikorupsi.
“Program desa antikorupsi ini juga bertujuan memberikan pemahaman dan peningkatan peran serta masyarakat desa dalam upaya mencegah korupsi dan memberantas korupsi,” jelas Bustanul.
Diketahui untuk menjadi desa antikorupsi, lembaga antirasuah ini memberlakukan sejumlah tahapan seleksi. Tahapan itu antara lain observasi desa, bimbingan teknis program desa antikorupsi, pembuktian pemenuhan atau penilaian komponen desa antikorupsi dan penganugerahan desa antikorupsi.
“Tahapan yang sudah selesai yaitu observasi sehingga keluarlah daftar 10 calon desa itu. Tahapan selanjutnya adalah bimbingan teknis desa antikorupsi yang direncanakan berlangsung pada 28-29 Juni mendatang,” terangnya.
Terpisah, Wali Nagari Kamang Hilia, Khudri Elhami mengungkapkan sebelum diumumkan sebagai salah satu kandidat desa antikorupsi, lembaga antirasuah terlebih dahulu melakukan ekspos di daerahnya. Setidaknya ada lima komponen dengan 18 indikator yang harus dipenuhi desanya.
Adapun komponen-komponen itu antara lain penataan tatalaksana, penguatan pengawasan, penguatan kualitas pelayanan publik, penguatan partisipasi masyarakat dan kearifan lokal.
Dari lima komponen tersebut akunya, pihaknya tidak mengetahui persis komponen mana saja yang memiliki nilai baik. Namun ia meyakini keterlibatan masyarakat melalui lembaga adat dan lembaga nagari di daerah itu menjadi nilai lebih Nagari Kamang Hilia.
“Mulai dari perencanaan kami selalu melibatkan masyarakat, baik tokoh adat, tokoh masyarakat, pemuda maupun perempuan. Tidak hanya sampai disitu, dalam pelaksanaannya pun kami tetap melibatkan masyarakat nagari,” terang Khudri.
Ditambahkan Khudri, pemerintahan yang ia pimpin mengacu kepada misi Kementerian Desa, yakni membangun dari pinggir. Menurutnya untuk mencapai misi tersebut partisipasi masyarakat menjadi komponen yang sangat penting.
“Di Kamang Hilia kami menginginkan pemerintahannya sesuai dengan misi Kemendes. Masyarakat tidak lagi menjadi objek, tapi diposisikan sebagai subjek. Alhasil respon dan keterlibatan masyarakat sangat tinggi,” tutupnya.
Diketahui, 10 calon desa antikorupsi yang ditetapkan KPK RI yakni Desa Pakatto di wilayah Gowa, Sulawesi Selatan, Desa Kamang Hilla di Kabupaten Agam, Sumatera Barat, Desa Hanura di Kabupaten Pesawaran, Lampung, Desa Mungguk di Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat.
Selanjutnya, Desa Cibiru Wetan di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Desa Banyubiru di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Desa Sukojati di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Desa Kutuh di Kabupaten Badung, Bali, Desa Kumbang di Kabupaten Lombok Timur, NTB serta Desa Batusoko Barat di Kabupaten Ende, NTT. (Depit)