Lubuk Basung, AMC – Selain mengeluarkan zakat fitrah, setiap orang Islam juga diwajibkan mengeluarkan zakat penghasilan.
Hukum membayar zakat penghasilan adalah wajib ketika telah memenuhi syarat atau nisab.
Mereka yang diwajibkan mengeluarkan zakat terbagi menjadi dua golongan. Pertama, mereka yang mendapatkan penghasilan dari memanfaatkan hasil bumi. Kedua, mereka yang memeroleh pendapatan rutin dari pekerjaan halal.
Demikian benang merah dari wasiat pengajian Wirid Korpri Kabupaten Agam yang disampaikan Mubaligh Sumatra Barat, Dr Muhammad Rayhan, MA pada Jumat (28/4) di Masjid Agung Nurul Falah.
Dr Muhammad Rayhan menguraikan, zakat penghasilan atau yang dikenal juga sebagai zakat profesi adalah bagian dari zakat maal yang wajib dikeluarkan atas harta yang berasal dari pendapatan atau penghasilan rutin.
Kewajiban mengeluarkan zakat penghasilan merupakan perintah Allah SWT yang tersirat dalam Alquran Surah Albaqarah ayat 267-268.
Menurutnya secara penafsiran, ayat tersebut memerintahkan orang beriman agar menyisihkan sebagian kecil harta untuk kebaikan.
“Ya ayyuhallazina amanu anfiqu min tayyibati ma kasabtum wa mimma akhrajna lakum minal-ard, wa la tayammamul-khabisa min-hu tunfiquna wa lastum bi`akhizihi illa an tugmidu fih, wa’lamu annallaha ganiyyun hamid.”
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah maha kaya lagi maha terpuji.”
Kata infakanlah dalam ayat ini sebut Dr Muhammad Rayhan, merupakan kalimat perintah dari Allah SWT. Secara harfiah katanya, infak dapat diartikan kedalam tiga makna yakni nafkah, sedekah dan zakat.
“Jika zakat fitrah telah diwajibkan oleh Rasulullah kepada setiap muslimin, maka zakat maal ini diwajibkan langsung oleh Allah melalui Alquran surat Albaqarah ayat 267 hingga 268,” sebutnya.
Dikaji lebih mendalam lanjutnya, ada dua golongan pendapatan yang wajib dikeluarkan sebagai zakat penghasilan. Pertama, penghasilan atau pendapatan dari memanfaatkan hasil bumi seperti petani, peternak, petambang, pembudidaya dan sebagainya.
Dr Muhammad Rayhan mencontohkan zakat yang dikenakan bagi petani. Petani diwajibkan mengeluarkan zakat penghasilan ketika telah memenuhi nisabnya. Dalam sebuah hadist dijelaskan bahwa nisab zakat bagi petani adalah 60 sha’, 1 sha’ setara 2,176 Kg, maka 5 wasaq adalah 652,8 kg.
“Kadar zakat yang harus dikeluarkan adalah sebesar 10 persen jika lahan pertanian diairi oleh hujan atau sungai, dan 5 persen jika disiram atau dialiri irigasi,” terangnya.
Kedua golongan yang diwajibkan mengeluarkan zakat penghasilan adalah para pekerja yang memeroleh pendapatan rutin, seperti pegawai negeri, dokter, guru dan ragam profesi lainnya.
Adapun besaran penghasilan yang telah memenui syarat berzakat atau nisabnya adalah mereka yang memerolah pendapatan rutin kurang lebih Rp85 juta per tahun atau setara 85 gram emas.
“Jika penghasilan bapak ibuk mencapai Rp85 juta per tahun maka wajib mengeluarkan zakat profesi sebesar 2,5 persen,” sebutnya.
Terkait aturan hukum zakat penghasilan katanya lagi, memang secara gamblang tidak tertera dalam Alquran. Namun para ulama dunia telah mengeluarkan fatwa terkait aturan mengeluarkan zakat penghasilan.
Untuk di Indonesia sebutnya, terdapat dua aturan hukum yang mengatur soal zakat penghasilan. Pertama Fatwa MUI Nomor 3 tahun 2003 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 51 tahun 2019.
“Kedua aturan tersebut sepakat bahwa semua bentuk penghasilan halal wajib dikeluarkan zakatnya dengan syarat telah mencapai nisab dalam satu tahun, yakni senilai emas 85 gram, kadar zakat penghasilan adalah 2,5 persen,” ungkapnya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Agam, Drs H Edi Busti, Msi menyampaikan, kajian Dr Muhammad Rayhan sejalan dengan apa yang telah diterapkan pemerintah daerah. Dikatakan, pemerintah daerah telah menerapkan kebijakan mengeluarkan zakat bagi PNS sebesar 2,5 persen dari penghasilan di luar gaji pokok.
Kebijakan ini menurutnya, merupakan usaha mengamalkan perintah Allah yang tertuang dalam Surah At-Taubah ayat 103 yang artinya ambillah zakat dari sebagian harta mereka yang dengan itu akan membersihkan dan menyucikan mereka.
“Di pemerintahan siapa yang melakukan pengambilan zakat, yakni umara atau pemimpin pemerintahan. Jadi, kami di Agam telah menerapkan ini, semata-mata untuk kemaslahatan umat, terutama kaum papa dan dhuafa,” terangnya.
Disebut Sekda Agam lebih lanjut, zakat penghasilan yang diperoleh dari pegawai dikelola oleh Baznas. Melalui Baznas, zakat kaum muslimin tersebut akan disalurkan bagi pembangunan daerah seperti beasiswa pendidikan dan santunan kaum dhuafa.
“Karena itu diharapkan dukungan dari para ASN di lingkup Pemda Agam untuk menyokong program ini. Pemerintah daerah tidak sepeserpun mengambil keuntungan dari zakat penghasilan, semuanya semata untuk mewujudkan Agam Madani dan Agam yang lebih maju,” ucapnya.
Penulis : Depit
Editor : Rezka/Harmen