Laporan Devitriadi, AMCNews – Ampek Angkek
Dibalik pandemi Covid-19 yang makin merebak, ada sejumlah sosok yang telah sangat berjasa. Mereka adalah pahlawan kemanusian, petugas penjemput dan pengantar pasien positif Covid-19. Semangat pengabdian memberi energi bagi mereka ketika berhadapan langsung dengan pasien positif Covid-19.
20 Agustus 2020 menjadi tanggal yang tidak terlupakan bagi Ernida, S.ST.
Dirinya masih ingat betul bagaimana perjuangannya bersama dua rekan tim medis Puskesmas Biaro saat menjemput dan mengantar pasien positif Covid-19.
“Tanggal 20 Agustus saat itu jadwal piket di puskesmas, saya mendapat perintah menjemput pasien positif Covid-19 dan diantarkan ke RSAM Bukittinggi,” ujarnya kepada AMC,Kamis,(27/8).
Sebagai paramedis, dirinya berkewajiban menangani warga yang terpapar Covid-19. Dengan kedisiplinan yang tinggi terhadap prosedur tetap (protap) Covid-19, dirinya melangkah tanpa goyah.
Disisi lain sebagai manusia biasa, tentu saja dirinya menaruh rasa khawatir. Namun rasa khawatir itu harus dikesampingkan, agar tidak merusak energi saat melakukan pengabdian.
“Rasa khawatir, cemas, galau, enggan, kami jadikan energi negatif yang harus dihilangkan. Kewajiban sebagai petugas kesehatan harus tetap dilakukan, nyawa mereka yang terpapar harus diselamatkan,” katanya.
Sejak melanda Kabupaten Agam beberapa bulan lalu, membuat Ernida dan kawan-kawan ‘akrab’ dengan protap Covid-19. Mereka harus belajar dan menemui pengalaman baru yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.
“Saat bertugas, kami menggunakan APD level tiga yang terdiri dari jas hujan di bagian paling dalam, baju hazmat dengan waterproof, memakai sarung tangan dua lapis, masker dua lapis, kacamata google, dan faceshield,” sebutnya.
Diceritakan Ernida, menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) bukan semudah yang dibayangkan. Dirinya harus melawan rasa gerah, haus dan dahaga akibat terbatasnya menghirup oksigen ketika menggunakan APD.
“Jika masker N95 sudah dipasang, maka tidak dibenarkan untuk dilepas sampai tugas selesai dilakukan, jika terasa haus harus ditahan. Bahkan udara dari nafas kerap membuat kacamata google jadi berembun dan mengganggu pemandangan, itu dibiarkan saja, tidak boleh dipegang,” ungkapnya.
Diakuinya penggunaan faceshield dalam waktu yang lama kerap menimbulkan rasa sakit di bagian kepala, karena tertekan dan berat. Apalagi pakaian lengkap itu harus dikenakan dalam waktu hingga 8 jam.
“Pernah beberapa kawan menggunakan APD hingga 8 jam, dari pukul 09.00 hingga pukul 17.10 WIB, itu tidak terbayang betapa lelahnya, biasanya paling lama hanya 4 sampai 5 jam,” tutur Ernida.
Sungguhpun begitu, Ernida kembali menegaskan keluhan itu tidak menjadi penghalang bagi tim medis untuk mengabdi. Doa dan semangat dari rekan-rekan seprofesi ketika hendak bertugas diakui menambah energi mereka.
“Sebelum bertugas, kami terus meneriakkan kata semangat, bahkan
Kepala Puskesmas Biaro, dr. Annisa tak henti-hentinya mengigatkan kami untuk selalu waspada dan hati-hati. Itu menambah semangat kami,” akunya.
Ketika menjemput pasien pun, imbuh Ernida, beberapa pasien ada yang menolak. Namun, dengan pendekatan persuasif dan penjelasan mendalam, pihaknya berhasil membawa pasien untuk mendapatkan perawatan memadai di tempat yang telah ditentukan.
Bukan hanya dihadapkan pada tugas kemanusiaan yang terbilang berat, Ernida dan kawan-kawan juga harus selalu tegar menerima kenyataan bahwa ada keluarga yang tengah menanti di rumah. Memastikan pulang dengan keadaan seteril menjadi suatu keharusan.
“Sangat khawatir, karena saya juga memiliki keluarga yang lanjut usia dimana sangat rentan, namun ketika datang perintah kita harus laksanakan, meski berat harus tetap tegar dan mengabdi,” ujarnya.
Di ruang khusus pemasangan dan penanggalan APD yang disediakan
puskesmas, dirinya harus memastikan tubuh benar-benar dalam keadaan yang steril.
“Pasca mengantar pasien, di ruang khusus memakai dan membuka APD tersedia disifektan dan kantong membuang APD, dengan lapisan paling dalam, langsung menuju ke kamar mandi untuk membersihkan seluruh badan, harus benar -benar bersih,” sebut Ernida.
Ernida mengakui menjadi petugas penjemput dan pengantar pasien
Covid-19 merupakan tugas berat yang harus diemban. Sungguhpun begitu, dirinya berharap masyarakat untuk tetap selalu menjaga protokol kesehatan agar tidak terpapar Covid-19.
“Saat pandemi ini, kita harus sama-sama saling menyelamatkan, jangan terlalu euforia saat fase new normal, kami ingin menyentuh nurani setiap orang, jangan sampai terlalu bebas namun membahayakan petugas yang berada di garda terdepan,” ajak Ernida.
Dirinya juga menyadari penanganan Covid-19 tidak boleh mematikan perekonomian masyarakat. Untuk itu, dirinya berharap adanya kesadaran dari masing-masing individu untuk saling menjaga satu sama lain saat melakukan aktivitas.
“Silakan beraktivitas namun tetap dengan menjaga protokol kesehatan, pastikan selalu menggunakan masker, rajin-rajin mencuci tangan dan menjaga jarak. Soal kematian itu memang perkara yang di atas, namun rantai setelah kematian itu menjadi persoalan baru lagi bagi penyebaran Covid-19,” ujarnya lagi. (*)