Padang Tongga, AMC – Aroma cokelat yang khas langsung tercium saat tim AMC menyambangi sebuah rumah yang berada di Jalan Tanjung Alai Padang Tongga, Kecamatan Manggopoh, Rabu (19/8).
Sementara itu, pemilik usaha olahan cokelat rumahan, Evi (43) tampak sibuk membungkus cokelat beraneka rasa ke dalam kemasan. Cokelat-cokelat tersebut akan diantarkannya ke rekanan dan sebagian dipajang di outlet miliknya yang berada di kawasan Simpang Gudang.
Sekilas cokelat olahan Evi hampir sama dengan produk cokelat yang ada di pasaran. Namun, yang membedakan adalah soal rasa dan pengemasannya.
“Olahan saya ini mencampurkan rasa kuliner khas Minang ke dalam cokelat, juga ada rasa kopi, jahe, dan original” ujarnya.
Jika produk cokelat lain menampilkan gambar dan merek dagang di cokelat yang diolah, Evi justru menampilkan tulisan dan gambar unik di cokelat olahannya.
Seperti tulisan Raso Ka Iyo, Masih Gadih, Bujang Gagah, dan ragam gambar emoticon, boneka, dan bunga-bungaan.
“Justru tulisan di cokelat saya ini yang bikin laku,” katanya lagi.
Dirinya sengaja menjadikan unsur kedaerahan sebagai pembeda cokelat buatannya dengan produk lain. Bahkan ia melabeli produknya dengan cokelat oleh-oleh khas Minang.
Pada bungkus cokelat buatannya juga terdapat unsur budaya atau bangunan monumental khas Minang berikut keterangan singkat di bagian belakang.
“Saya ingin orang yang membeli cokelat oleh-oleh saya juga tahu sekilas tentang kebudayaan di Minangkabau,” ungkapnya.
Menurutnya, memilih suatu produk usaha harus pintar membuat perbedaan. Perbedaan itu bisa dalam bentuk, kemasan, atau cara penjualan.
“Biasanya, mencari pembeda itu yang sulit. Kebanyakan orang mudah menyerah. Tapi kalau berhasil menemukan pembeda itu, niscaya akan berhasil,” jelasnya.
Untuk menghasilkan produk cokelat yang khas, Evi mengolah cokelat batangan yang dibelinya di grosiran, kemudian diolah dengan peralatan yang ada. Evi saat ini baru memanfaatkan dua buah magic jar dan satu lemari es ukuran kecil.
“Usaha masih kecil-kecilan, maklum dana terbatas,” sebutnya.
Dalam menjalankan bisnisnya, Evi merasa sangat kewalahan ihwal modal. Ketika permintaan tengah melejit, dia tak mampu memenuhi permintaan tersebut.
“Seperti saat lebaran permintaan cokelat banyak, namun dari 100 persen permintaan hanya 30 persen yang bisa dipenuhi, bahkan saat pandemi Covid-19 justru anjlok ke 10 persen,” ujar Evi.
Selain membuka outlet sendiri, Evi juga mendrop produknya ke luar Lubuk Basung seperti ke Padang dan Bukittinggi. Dirinya juga melakukan pemasaran cokelat secara online.
Satu kotak cokelat batangan buatan Evi dipatok harga Rp15 ribu untuk semua varian rasa. Sementara cokelat tulis dan gambar dihargai Rp5 ribu per satuan. Masalah omzet Evi belum mau berterus terang.
“Pokoknya baru cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan keberlangsungan usaha. Belum mencukupi untuk pengembangan,” pungkasnya. (Depit)