Gairah Seni Bonsai di Agam, Hobi Kreatif yang Mulai Digandrungi

  • Bagikan

Lubuk Basung, AMC – Seni membentuk miniatur pohon atau bonsai mulai banyak digandrungj masyarakat di Kabupaten Agam. Sejumlah pebonsai pun bermunculan dan mengasah kepiawaian menata tanaman kerdil di dalam pot.

Ripel Ananda salah satunya. Ia merupakan satu dari 120 anggota Agam Madani Bonsai (AMBO) Community yang dibentuk sekitar tiga tahun lalu.

Dituturkan Nanda, hobi membentuk tanaman lewat teknik bonsai sudah disukainya sudah sejak lama. Dirinya melihat ada tantangan dan kepuasan tersendiri dalam aktivitasnya membonsai.

“Saya aslinya orang Lubuk Minturun, dari kecil tidak asing dengan bunga. Semuanya saya pelajar secara otodidak, tidak ada kuliah khusus,” ujarnya saat dijumpai AMC, Kamis (13/8).

Menurutnya, membuat miniatur dari tanaman asli yang hidup di alam bebas membutuhkan kesabaran dan keuletan. Selain itu juga butuh sentuhan imajinasi untuk membuat bonsai yang indah namun tetap alami.

“Memang orang-orang yang memiliki kesabaran lebih, karena aktivitas ini butuh waktu lama untuk menghasilkan karya yang diinginkan,” tuturnya.

Dikatakannya lagi, untuk menciptakan bonsai berestetika tinggi butuh perlakuan yang sangat ekstra. Sehingga, menurutnya estetika sebuah bonsai akan dipengaruhi oleh seni imajinatif pebonsai itu sendiri.

“Jadi dalam seni bonsai tidak ada yang namanya senior ataupun junior, semua ditentukan oleh keuletan dan curahan imajinasi seseorang,” ungkapnya.

Dijelaskan Nanda, untuk menghasilkan bonsai yang sempurna ada sejumlah proses yang harus dilalui, seperti pemasangan kawat (wiring), pemangkasan bagian batang dan ranting yang tidak diperlukan (prunning), pembuangan tunas dan daun (trimming) dan proses penyempurnaan bentuk.

Lantaran sudah bergelut begitu lama di dunia bonsai, Nanda juga menjadikan bonsai sebagai penambah pundi-pundi penghasilan. Dikatakan, bonsai memiliki harga yang tidak bisa ditetapkan begitu saja.

Harga bonsai, katanya, tergantung dari jenis pohonnya apakah langka atau tidak, ukuran bonsai, dan tingkat kesulitan penumbuhan bibit.

“Untuk harga memang tidak ada patokannya, karena bonsai juga sebuah karya seni, misalkan bonsia itu kecil pun bisa dijual puluhan sampai ratusan ribu, ada juga yang sampai jutaan hingga puluhan juta. Masalah harga memang ditentukan dari apakah sudah sempurna atau belum,” terangnya.

Bagi pemula yang baru ingin mempelajari teknik bonsai, dirinya menyarankan untuk memilih tanaman yang tidak memiliki tingkat kesulitan yang tinggi, seperti beringin.

“Awal-awal coba dulu dengan beringin, karena pohonnya mudah hidup, jikapun ada luka di batang akan cepat sembuh,” ulasnya.

Sebagai salah satu pebonsai, Nanda melihat minat masyarakat Agam terhadap bonsai mulai bergairah dalam satu tahun terakhir. Namun, dirinya menyebut hanya yang tekun yang akan tetap bertahan.

Menurutnya, teknik bonsai di Kabupaten Agam banyak digandrungi masyarakat ekonomi menengah ke atas. Sebagian menjadikan aktivitas membonsai sebagai terapi pelepas penat.

“Kebanyakan orang kantoran dan pensiunan, sebab membonsai bisa jadi terapi tersendiri bagi mereka,” ujarnya.

Melihat makin tingginya minat masyarakat pada teknik bonsai, dirinya berharap ada iven-iven bonsai diselenggarakan di Kabupaten Agam.

“Kami berharap akan ada festival atau pameran bonsai, sehingga minat masyarakat akan terus meningkat, sebab bonsai ini juga bisa menjadi peluang usaha tersendiri,” ujarnya berharap. (Depit)

  • Bagikan

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *