Lubuk Basung, AMC – Empat tahun terakhir, Defri Rahmat (46) warga Lubuk Basung memanfaatkan kebun dan pekarangan rumahnya sebagai lahan membudidayakan lengkuas (laos). Alhasil, dalam satu kali panen, ia bisa meraup untung jutaan rupiah.
Rabu (20/1) pagi, Defri begitu ia akrab disapa tampak sibuk menyiangi rumpun lengkuas yang tumbuh subur di samping rumahnya. Secara telaten, ia mencabut rumput liar yang tumbuh di sekitar tanaman bernama latin Alpinia Galagal itu.
Sementara, di teras rumahnya tampak seorang kerabat Defri tengah membersihkan tumpukan lengkuas. Lengkuas-lengkuas itu menunggu dijemput langganan Defri.

Defri mengaku sudah empat tahun terakhir memanfaatkan pekarangan rumahnya sebagai lahan membudidayakan lengkuas. Selain di pekarangan, ia juga menamam lengkuas di kebun miliknya.
“Di kebun hanya ditanam di tepi-tepi pagar, karena Lengkuas kan agak lama panennya,” ujarnya kepada AMC.
Meski tidak ditanam terlalu banyak, ia mengaku bisa meraup untung jutaan rupiah dalam satu kali panen. Bahkan, beberapa bulan lalu ia bisa menjual 685 kilogram lengkuas. Jika dirupiahkan, ia bisa merogoh kocek sekitar Rp3,4 juta.
“Saya menanamnya dicampur, jenis lengkuas merah dan lengkuas putih,” sebut bapak tiga anak itu.
Lebih lanjut diungkapkan, ia menjual lengkuas perkilogramnya dengan harga bervariatif. Lengkuas jenis merah ia jual Rp3000 per kilogram, sedangkan yang putih Rp5000 per kilogram.
“Putih lebih mahal, mungkin masa panennya yang lama ketimbang yang merah,” ucapnya.
Defri menjual hasil panennya kepada pedagang sayur-mayur di Lubuk Basung. Bahkan, ia sudah mempunyai langganan sendiri.
“Ada yang jemput, langganan. Kalau yang sudah tua-tua ini saya jual ke penggilingan bumbu,” katanya.
Disebutkannya, berbudidaya lengkuas tidak membutuhkan perawatan yang ekstra. Masa panen, berkisar antara 10-18 bulanan.
“Menamannya tidak sulit, tidak perlu dipupuk, sebab daunnya yang layu itu sekaligus jadi pupuknya. Bahkan, di lahan terbatas pun lengkuas bisa tumbuh subur,” ungkap Defri.
Untuk bibit, sewaktu panen ia menyisakan beberapa batang tetap tertancap di tanah. Menurutnya, hal itu lebih cepat berkembang biak ketimbang harus ditanam ulang.
“Namun, berdasarkan pengalaman, tanaman seperti ini menyukai tempat yang tidak terlalu lembab dan terkena matahari yang cukup,” ulasnya.
Ditambahkan, lengkuas biasanya dimanfaatkan masyarakat sebagai bahan dapur. Lengkuas seringkali dijadikan sebagai bumbu dari berbagai masakan, misalnya rendang ataupun gulai.
“Apalagi masakan Minang, lengkuas kayaknya tidak bisa tinggal. Jadi, akan ada saja yang membeli tanaman ini,” ujarnya.
Terpisah, Kepala Dinas Pertanian Agam, Arif Restu melalui Kepala Bidang Holtikultura, Sari Mustika menuturkan tanaman lengkuas termasuk ke dalam tanam biofarmaka. Dikatakan, beberapa waktu terakhir tanaman biofarmaka memang tengah naik daun.
“Biofarmaka jenis rimpang, seperti kunyit, lengkuas, jahe memang sedang tren di masyarakat, karena tanaman ini bisa dimanfaatkan untuk obat,” tuturnya.
Karena termasuk biofarmaka, tukasnya, tanaman lengkuas, kunyit dan jahe sangat potensial untuk dikembangkan. Namun, saat ini tanaman hanya jahe yang sudah memiliki pasar yang luas.
“Untuk kita di Agam, Palembayan sudah jadi sentra Jahe. Lengkuas dan kunyit masih belum. Namun, untuk memenuhi pasar perorangan atau lokal, kunyit dan jahe cukup potensial,” jelasnya.
Sari Mustika membenarkan budidaya tanaman lengkuas tidak membutuhkan perlakuan yang khusus. Lengkuas termasuk tanaman yang mudah hidup di lahan terbatas seperti pekarangan dan polybag.
“Nah, ini cocok dengan gerakan Agam Menyemai, dimana tidak ada lahan yang kosong, termasuk pekarangan. Lengkuas bisa dijadikan kegiatan menabungan dalam bentuk tanaman,” ujarnya. (Depit)